Pages

Jumat, 29 Januari 2010

PHANTOM EMOTION



A.Phanton emotion kaitannya dengan emosi personal
Phantom emotion atau biasa disebut dengan khayalan merupakan kemampuan jiwa untuk membentuk tanggapan-tanggapan atau bayangan-bayangan baru dan hal ini dapat terjadi secara disadari ataupun tidak disadari.
Secara disadari,yaitu apabila individu benar-benar menyadari akan fantasinya.
Secara tidak disadari, yaitu apabila individu secara tidak sadar telah dituntut oleh fantasinya.
Misal.
a.Kejadian
Randi pergi menghampiri Rani. Dia memandang boneka Rani bergambar Spoge Bob dan menariknya. Rani spontan berteriak ’lepas, ini punyaku’ dan menarik kembali tasnya. Randi dan Rani saling tarik menarik tas sambil berteriak. Tiba-tiba Randi memukul Rani dengan tangan kirinya di bagian wajah. Wajah Rani kena pukul dan ia pun menangis dengan keras.
Penjelasan,
Randi selalu tertarik dengan apapun yang bergambar Sponge Bob. Ia memaksakan keinginan untuk memiliki benda-benda yang bergambar kartun tersebut. Aksi pemukulan dari Randi muncul karena keinginannya terhambat dan ia memperaktekan cara pengambilan dari apa yang pernah dilihatnya dan terproses dengan baik diingayannya untuk diterapkan.

b.Kejadian
Hari minggu ini adalah waktu yang banyak film kartu, tontonan favorit Bondan adalah naruto. Sehingga ketika disuruh untuk beranjaka dari TV tidak mau, terkadang dia memukul orang yang menyuruhnya. Apalagi pembantu yang sedang bersih-bersih sering di caci-caci.
Penjelasan
Sebagai seorang laki-laki, tontonnya pastinya super hero. Konsepnya dia adopsi dari tokoh naruto. Cerita naruto juga cukup terkenal dikalangan teman sebayanya. Jadi sudah menjadi sebuah tuntutan Bondan untuk menonton.

Komunikasi adalah proses penyampaian lambang-lambang yang berarti
antar manusia. Seseorang menyampaikan lambang-lambang yang mengandung
pengertian tertentu kepada orang lain. Lambang-lambang yang mengandung
pengertian tersebut disebut “pesan” atau message.
Umumnya lambang yang dipergunakan dalam komunikasi adalah bahasa,
baik bahasa lisan maupun tertulis. Dikatakan umumnya, karena seringkali pesan
disampaikan dengan lambang lain, misalnya gambar, isyarat, denah, skema,
grafik, lukisan, foto, dan sebagainya. Isyarat sering pula digunakan sebagai
lambang untuk berkomunikasi. Lambang isyarat dari anggota badan, misalnya
mengangguk menyatakan tanda setuju, mata membelalak tanda marah, bibir
mencibir tanda mengejek atau isyarat lain dengan menggunakan bendera, lampu
warna tertentu, bunyi-bunyian dan masih banyak lagi. Di antara berbagai lambang
tersebut bahasa adalah lambang yang paling banyak digunakan untuk
Karena terdapat berbagai jenis komunikasi, maka di dalam penerapannya
harus dipilih jenis yang paling cocok untuk dipergunakannya. Demikian pula
apabila memerlukan media harus dipilih yang benar-benar sesuai, sebab pada
dasarnya komunikasi dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut. Yang
pertama komunikasi yang tidak memerlukan media, komunikasi tidak
menggunakan media berupa intercommunication, yaitu komunikasi dengan
dirinya sendiri dan dapat pula bersifat intracommunication atau yang lebih dikenal
dengan komunikasi tatap muka. Artinya, komunikator dengan komunikan
berhadapan secara langsung. Kedua komunikasi dengan menggunakan media,
komunikasi dengan menggunakan media dapat dilakukan dengan menggunakan
media nonmassa.

Media massa sendiri ada dua pengertian, yaitu media massa
tradisional dan media massa modern.

Media massa tradisional misalnya wayang,
ketoprak, ludruk, dan lain sebagainya, sedangkan yang dikategorikan sebagai
media massa modern adalah media cetak, film dan elektronik.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa komunikasi sebagai ilmu sosial,
memiliki berbagai jenis, antara lain intracommunication, intercommunication,
group communication, mass communication, dan sebagainya. Masing-masing
jenis ini memiliki berbagai aspek yang sangat menarik untuk dipelajari dan
diteliti. Aspek-aspek yang dimaksud antara lain yang pertama adalah komponen
komunikasi. Komponen komunikasi terdiri atas : komunikator (communicator),
pesan (message), media, komunikan (communicant), dan efek (effect). Yang
kedua adalah bentuk komunikasi, bentuk komunikasi dapat dibagi menjadi
komunikasi personal (personal communication) yang
terdiri atas komunikasi intrapersonal dan antarpersonal, komunikasi kelompok
(group communication) yang terdiri atas komunikasi kelompok kecil (ceramah,
diskusi panel, simposium, forum, seminar, sumbang saran) dan komunikasi
kelompok besar (large group communication/public speaking). Dan yang paling
akhir bentuknya adalah komunikasi massa, yang dilakukan melalui pers, radio,
televisi, film, dan lain-lain. Komponen komunikasi yang ketiga adalah sifat
komunikasi, komunikasi dapat bersifat tatap muka, bermedia, verbal (lisan dan
tulisan) serta nonverbal (isyarat badaniah, bergambar), yang keempat adalah
metode komunikasi yang mana terdapat delapan jenis metode komunikasi yaitu
jurnalistik (journalism) yang berupa : jurnalistik cetak (printed journalism).
Jurnalistik elektronik (electronic journalism), jurnalistik radio (radio journalism),
jurnalistik televisi (television journalism); hubungan masyarakat (public relation);
periklanan (advertising); pameran (exhibition/exposition); publisitas (publicity);
propaganda; perang urat syaraf (psycological warfare); dan penerangan. (5)
Teknik komunikasi, teknik komunikasi dapat berupa komunikasi informatif
(informative communication); komunikasi persuasif (persuasive communication);
komunikasi instruktif/koersif (instructive/coersive communication); dan yang
terakhir adalah hubungan manusiawi (human relation). Yang keenam adalah
tujuan komunikasi, komunikasi bertujuan untuk mengadakan perubahan sikap
(attitude change); perubahan pendapat (opinion change); perubahan perilaku
(behavior change); dan perubahan sosial (social change). Dan yang terakhir
berdasarkan
dikelompokkan menjadi beberapa bagian, antara lain komunikasi sosial (social
communication); komunikasi manajemen/organisasi (management/organizational
communication); komunikasi perusahaan (business communication); komunikasi
politik (political communication); komunikasi internasional (international
communication); komunikasi antar budaya (intercultural communication);
komunikasi pembangunan (development communication); komunikasi lingkungan
dan
komunikasi

Perilaku Agresi Anak
1. Teori Belajar Sosial
Menurut teori belajar sosial yang dari Bandura, orang cenderung meniru perilaku yang diamatinya. Berbagai penelitian yang dilakukan (Liebert dan Baron, 1972; Joy, 1977) memberikan suatu kesimpulan bahwa efek adegan kekerasan terjadi dalam tiga tahap:
a. Penonton mempelajari metode agresi setelah melihat contoh (observational learning).
b. Kemampuan penonton dalam mengendalikan dirinya berkurang (disinhibition).
c. Perasaan mereka menjadi tidak tersentuh walaupun melihat korban tindakan agresinya (desensitization).
Pada tayangan kekerasan, walaupun pembawa acara berulang kali mengingatkan penonton untuk tidak mencontoh apa yang mereka saksikan namun diyakini bahwa tontonan tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan jiwa penontonnya. Pendapat ini sesuai dengan yang diutarakan Joy (1977) yang mengatakan bahwa menyaksikan perkelahian dan pembunuhan meskipun sedikit pasti akan menimbulkan rangsangan dan memungkinkan untuk meniru model kekerasan tersebut.
Keinginan untuk mempraktekkan metode agresi baru semakin kuat sehingga kemampuan untuk mengendalikan diri berkurang. Keinginan untuk dianggap sebagai seorang “jagoan” menjadikan anak terpancing untuk meniru apa yang telah dilihatnya. Kondisi ini didukung dengan berkurangnya kepekaan mereka terhadap kekerasan itu sendiri. Anak tidak lagi memiliki perasaan bersalah dan juga rasa kasihan melihat korbannya jatuh tak berdaya. Kepuasan justru menjadi akhir dari jatuhnya korban. Pengakuan sebagai “jagoan” membuat mereka menjadi tidak peka terhadap penderitaan orang lain walaupun itu korban perilakunya sendiri.
Studi menunjukkan, akibat dari banyaknya menonton tayangan kekerasan, orang tidak lagi mudah merasakan penderitaan atau rasa sakit yang dialami orang lain (Baron, 1974 dalam Baron & Byrne, 2004). Flora (2004) menyatakan bahwa secara biologis, ketika menonton tayangan yang menyakitkan atau kekerasan, aktivitas otak akan bergerak dari ranah bahasa di otak kiri ke otak kanan yang mendominasi proses emosi dan pengkodean gambaran visual. Itu sebabnya menonton memberi dampak emosional yang lebih kuat dari pada membaca. Jika hal ini terlalu banyak, maka kita akan menjadi kebas dan tidak peka lagi dengan kekerasan.
Bandura dalam Tan (1981) mengatakan teori belajar sosial menekankan peran imitasi terhadap perilaku orang lain sebagai penyebab agresi. Orang yang baru saja melihat orang lain bertindak agresif cenderung melakukan hal yang sama pada situasi yang mirip. Imitasi atau peniruan merupakan salah satu faktor yang dominan pada anak-anak, karenanya timbil istilah bahwa anak-anak adalah imitator ulung. Proses inilah yang menjadikan usia anak sangat rentan terhadap pengaruh adegan kekerasan di televisi. Pada tahap ini, anak belum sampai pada proses berfikir yang terlalu kompleks. Kemampuan meniru yang sangat besar menyebabkan anak memiliki kecenderungan meniru apa saja yang dia lihat dan dijadikan referensi. Tidak heran apabila anak meniru gaya Naruto, Dragon Ball atau shincan. Apabila sekedar meniru gaya sang tokoh baik dari model pakaian atau gaya bicara tentu tidak menjadi masalah.
Sears (1991) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku agresi, yaitu proses belajar, peniruan (imitasi), penguatan (reinforcement) dan norma sosial. Proses imitasi dilanjutkan dengan proses penguatan yang biasanya diperoleh dari keluarga. Penggambaran sosok anak laki-laki haruslah pemberani, kuat dan dapat membela diri merupakan salah satu bentuk penguatan terhadap perilaku agresi. Norma sosial yang berlaku di masyarakat masih memberikan kesempatan bagi anak laki-laki untuk menunjukkan “kejagoanannya” semakin memperkuat munculnya sikap agresi pada anak.
2. Teori Katarsis
Teori khatarsis (chatarsis theory) diambil dari psikoanalisis Sigmund Freud. Menurut Freud (1975) dalam Rakhmat (2004), manusia digerakkan oleh dua naluri, yaitu eros dan thanatos. Eros adalah naluri konstruktif, sedangkan thanatos adalah naluri destruktif. Pada dasarnya, manusia memiliki sifat agresif seperti suka merusak, membunuh dan mengahancurkan. Dorongan agresif ini tentu tidak dibenarkan untuk disalurkan dalam kehidupan masyarakat. Hambatan yang terjadi menyebabkan dorongan agresif menumpuk dan menimbulkan ketegangan. Kekuatan agresif yang terhambat akan sangat berbahaya dan sewaktu-waktu akan dapat meledak seperti halnya bom waktu.
Untuk menghindari ketegangan dan bertumpuknya agresi, manusia perlu menyalurkannya melalui fantasi. Salah satu saluran yang dapat mewakili adalah media massa. Melalui tayangan kekerasan diharapkan penonton dapat menyalurkan dorongan agresinya, demikian pula dengan tayangan seks diharapkan penonton dapat menyalurkan nafsunya.
Teori ini sangat cocok bagi pihak stasiun televisi dan produser tayangan kekerasan dan seks. Bagaimana tidak ? Untuk mengurangi tindak kekerasan maka solusi yang tepat menurut teori khatarsis adalah dengan memperbanyak tayangan kekerasan. Untuk mengurangi kejahatan seks maka tayangan seks atau pornografi perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Alhasil teori ini banyak dibantah oleh para ahli. Tan (1981) menyatakan bahwa teori khatarsis tidak cukup terbukti dengan penelitian ilmiah, selain itu sangat bertentangan dengan moral.
Pengaruh Tayangan Televisi Terhadap Perilaku Agresi Anak
Anak mengalami ketertarikan, mencerna dan belajar mencerna penayangan televisi sejak umur 2 tahun. Selanjutnya, penampilan televisi dianggap kebenaran yang senyatanya, mereka masih bias untuk membedakan mana yang nyata dan mana yang khayalan. Ketidakjelasan ini terjadi pada usia 2-6 tahun. Sedangkan pada umur 6-12 tahun, anak mulai meniru adegan-adegan yang disaksikan di televisi. Dengan pembiasaan melihat televisi, anak yang belum mampu menyaring apa yang dilihatnya menerima apa yang ditayangkan adalah sebagai norma sosial dan mempraktekkan dalam pola perilaku ketika berhubungan dengan orang lain.
Pemahaman dan penyerapan anak tidak hanya lewat televisi saja. Apalagi televisi yang hanya menayangkan program-program anak yang relatif terbatas. Banyak sekali, alat-alat permainan yang menganggap tv hanya sebagai media lanjutan. Contoh konkretnya adalah play station. Permainan yang diwujudkan dalam dua dimensi ini mampu mewujudkan anak sebagai pribadi jagoan atau satria. Banyak orang melihat permainan ini, sebagai penguji ketangkasan yang dapat melatih potensi rohani untuk menyelesaikan masalah yang rumit. Namun di sisi lain justru melemahkan kemauan anak untuk belajar. Khayalan anak melalui permainan ini memacunya menjadi semacam jagoan dengan kekuatan ajaib untuk menghancurkan lawan-lawannya. Penghancuran lawan-lawannya adalah dalam rangka tugas yang disebut dengan misi kemanusiaan. Sisi yang lain, permainan ilusi ini merupakan penaruhan kekerasan sebagai cara menghancurkan kekerasan. Permainan ini sering disebut dengan Role Playing Game.





B.Citra terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi. Buat khlayak, informasi itu dapat membentuk, mempertahankan atau meredefinisikan citra.
Realitas yang di tampilkan media adalah realitas yang sudah di seleksi (realitas tangan kedua). Karena kita tidak dapat dan tidak sempat mengecek peristiwa-peristiwa yang di sajikan media, kita cenderung memperoleh informasi itu semata-mata berdasarkan apa yang dilaporkan media massa sehingga akhirnya kita membentuk citra tentang lingkungan sosial kita berdasarkan realitas kedua yang di tampilkan media massa.
Gerbner (1978) melaporkan penelitian berkenaan dengan persepsi penonton televisi tentang realitas sosial. ” Ia menemukan bahwa penonton televisi kelas berat cenderung memandang lebih banyak orang yang berbuat jahat, lebih merasa bahwa berjalan sendirian berbhaya, dan lebih berpikir bahwa orang hanya memikirkan dirinya sendiri. Jelas citranya tentang dunia di pengaruhi oleh apa yang di lihatnya dalam televisi.
Jalaluddin Rakhmat, dalam bukunya Psikologi Komunikasi menyatakan: “kepribadian terbentuk sepanjang hidup kita. Selama itu pula komunikasi menjadi penting untuk pertumbuhan pribadi kita. Melalui komunikasi, kita menemukan diri kita, mengembangkan konsep diri kita dan menetapkan hubungan kita dengan dunia sekitar kita”.
Komunikais massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan asinonim melalui media cetak atau elektronik, sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Rakhmat, 1986. h. 178). Karena itulah televisi sangat bermanfaat sebagai upaya pembentukan sikap perilaku dan sekaligus perubahan pola pikir.
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam dan dan luar. Pada saat ini pengaruh luar yang paling banyak diterima oleh anak-anak dan tujuannya untuk merangsang mereka adalah melalui tayangan televisi berupa adegan kekerasan dan seksual.
Suatu respon atau tindakan seorang anak terutama yang dianggap suatu kreativitas biasanya sering dihubungkan dengan tindakan melihat. Melihat dalam bahasa inggris to see artinya mengerti dan memahami. Memang seakan-akan fungsi mata, fungsi visual itu penting dalam gerak pikir manusia. Dengan mata itulah manusia mengukur suatu realita. Anak kecil, justru karena pengetahuannya masih terbatas, masih mampu untuk memandang seperti apanya. Melihat tanpa diganggu oleh fungsi yang lazim dikaitan dengan sesuatu. Dalam proses belajar anak, banyak diantara kita tidak menghendaki anak-anaknyan hanya mampu meniru.
Piaget dalam penelitiannya mengenai perkembangan anak mengemukakan bahwa perkembangan anak dibagi tiga yaitu: perkembangan kognitif, perkembangan psikomotorik dan perkembangan affektif.
Kognisi adalah pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jika tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan. Sedangkan defenisi inteigensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan seseorang untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik dan bergaul dengan lingkungannya secara efisien menurut Wechsler (dalam Gunarso, 1997).
Psikomotorik adalah keterampilan untuk menggunakan organ-organ tubuh, suatu kegiatan organ tubuh seperti otot, syaraf dan kelenjar.
Sedang affektif (afek, afeksi), kasih sayang, cinta adalah perasaan yang kuat, satu kelas yang luas dari proses-proses mental, termasuk perasaan emosi, suasana hati, dan tempramen. Secara historis, afeksi tersebut dibedakan dari kognisi (cognition, pengenalan) dan volisi atau kemauan (vilition) dan (titchener) kesenangana dan ketidaksenangan.
Defenisi lain dari affektif adalah kemampuan mengolah kepekaan rasa dan emosi berdasarkan kebenaran yang relatif.
Dari ketiga perkembangan anak yang dikemukakan oleh Piaget, perkembangan affektilah yang dapat secara langsung berpengaruh kpada anak. Anak melihat sesuatu tanpa diganggu oleh fungsi secara lazim dilekatkan pada sesuatu itu.
Dalam hidup kita dipenuhi dengan peran yang dimainkan otak, dan itu semua mempengaruhi tindakan kita. Entah itu tindakan atas kemauan sendiri ataupun tindakan yang terjadi karena pengaruh lingkungan/kelompok.
Pada dasarnya manusia itu mempunyai naluri, entah itu naluri untuk bertahan hidup, atau naluri untuk bersosialisasi. Bisa dikatakan perilaku tipikal spesies disebut “insting”, yang merupakan sumbangan biologi yang sangat jelas terhadap perilaku.




C.  Dalamhubungan antara dua orang, pengaruh sikap sering disebut pengaruh sosial. Dalam obrolan dengan biro penasihat hal ini disebut bujukan halus (gentle persuasion).
Bila diterapkan pada konteks komunikasi publik dan komunikasi massa, proses
mempengaruhi sikap disebut membujuk (persuasi).
Jenis pemahaman lainnya yang berpengaruh besar dalam hubungan insani
adalah memahami motivasi orang lain.  hubungan tidak dapat dikatakan sebagai hubungan personal di saat hubungan yang berlangsung merupakan hubungan anatara berbaagai personal yang terkait dalam hubungan ini dimana telah di tentukan berbagai kaiatan untuk dapat menjalin sebuah hubungan karena adanya penyamaan persepsi melalui sebuah komunikasi,
Menurut Craig A Braid yang dikutip lewat Tubbs dan Moss (1995)
mengatakan bahwa komunikasi yang efektif membutuhkan kepekaan dan
keterampilan yang hanya dapat dilakukan setelah mempelajari proses komunikasi
dan kesadaran akan apa yang seseorang dan orang lain lakukan ketika sedang
berkomunikasi. Mempelajari komunikasi yang efektif pada dasarnya adalah
berusaha memahami apa yang menyebabkan orang lain berperilaku sebagaimana
Komunikasi dikatakan efektif apabila orang berhasil meyampaikan apa
yang dimaksudkannya. Sebenarnya ini hanyalah satu dari ukuran efektivitas
komunikasi. Secara umum, komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang
disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber berkaitan erat
dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima.
Definisi awal mengenai komunikasi awal tidak memadai (bila orang
berhasil menyampaikan maksudnya) adalah bahwa dalam berkomunikasi,
mungkin manusia menginginkan sebuah hasil atau lebih dari beberapa
kemungkinan hasil yang dapat diperoleh. Lima hal yang dapat dijadikan ukuran
bagi komunikasi yang efektif, yaitu pemahaman, kesenangan, pengaruh terhadap
sikap, hubungan yang makin baik dan yang terakhir adalah tindakan. Berikut ini
akan diuraikan secara singkat mengenai masing-masing aspek dalam uraian
Arti pokok pemahaman adalah penerimaan yang cermat atas kandungan
rangsangan seperti yang dimaksudkan oleh pengirim pesan. Dalam hal ini
komunikator dikatakan efektif bila penerima memperoleh pemahaman yang
disampaikannya
menyampaikan pesan tanpa disengaja yang juga dipahami dengan baik).
D. Kegagalan utama dalam berkomunikasi adalah ketidakberhasilan dalam
menyampaikan isi pesan secara cermat semakin banyak jumlah orang yang
terlibat dalam konteks komunikasi, semakin sulit pula untuk menentukan seberapa
cermat pesan diterima. Ini merupakan salah satu sebab mengapa diskusi kelompok
seringkali berubah menjadi arena bebas. Komentar demi komentar menjadi nyaris
saling lepas, tanpa kaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Bahkan
kelompok yang sudah punya pegangan agenda pun bisa saja mengalami kegagalan
dalam mewujudkan resolusi yang diperlukan bagi pemecahan masalah mereka.
Situasi semacam ini memerlukan lebih banyak lagi penjelasan, penyimpulan dan
Tujuan komunikasi publik dapat pula untuk kesenangan, misalnya ceramah
setelah makan malam dan celoteh seorang penghibur yang sengaja dilakukan
untuk menyenangkan hadirin. Sepanjang sejarah belum pernah ada kebutuhan
yang demikian besar akan keahlian berunding secara internasional, yakni
kemampuan para perunding untuk mempengaruhi pihak lain dengan cara yang
positif dan konstruktif. Di sini memahami dan menyetujui adalah dua hal yang
pesan
seseorang,
menyetujuinya, bahkan boleh saja setelah memahaminya semakin lebih tidak
setuju daripada sebelumnya. Tindakan mempengaruhi orang lain merupakan
bagian dari kehidupan sehari-hari. Dalam berbagai situasi seseorang pasti
berusaha mempengaruhi sikap orang lain, dan berusaha keras agar orang lain
memahami ucapannya. Proses mengubah dan merumuskan kembali sikap, atau
pengaruh sikap (attitude influence) berlangsung terus seumur hidup. Dalam
hubungan antara dua orang, pengaruh sikap sering disebut pengaruh sosial. Dalam
obrolan dengan biro penasihat hal ini disebut bujukan halus (gentle persuasion).
Bila diterapkan pada konteks komunikasi publik dan komunikasi massa, proses
mempengaruhi sikap disebut membujuk (persuasi).
Jenis pemahaman lainnya yang berpengaruh besar dalam hubungan insani
adalah memahami motivasi orang lain. Kadang-kadang komunikasi dilakukan
bukan untuk menyampaikan informasi atau untuk mengubah sikap seseorang tapi
Ada beberapa contoh tindakan yang menjadi penentu utama bagi
keberhasilan seorang komunikator. Mendorong orang lain untuk melakukan
tindakan yang sesuai dengan yang diinginkan merupakan hasil yang paling sulit
dicapai dalam berkomunikasi. Tampaknya lebih mudah mengusahakan agar pesan
lebih dapat dipahami daripada mengusahakannya agar pesan tersebut disetujui.
Selanjutnya lebih mudah membuat orang lain setuju (misalnya setuju untuk
berolah raga secara teratur) daripada membuatnya melakukan olah raga. Beberapa
perilaku muncul karena paksaan, tekanan sosial, atau karena peranan dokter.
Semua ini tidak memerlukan perubahan sikap terlebih dahulu. Biasanya tindakan
sukarela muncul terlebih dahulu sebelum terjadi perubahan sikap. Kesulitan dalam
mengusahakan agar penerima pesan melakukan tindakan seperti yang diharapkan
oleh penerima pesan menjadi jauh lebih besar dalam konteks komunikasi
organisasional dan komunikasi massa.


DAFTAR PUSTAKA

Rakhmat, Jalaluddin (1985), Psikologi Komunikasi – Edisi Revisi, PT. Remaja Rosdakarya, cetakan keduapuluhtiga, Bandung, 2005.
Rakhmat, Jalaluddin (1985), Psikologi Komunikasi – Edisi Revisi, PT. Remaja Rosdakarya, cetakan keduapuluhsatu, Bandung, 2004.
Rivers, William L., Jay W. Jensen, & Theodore Peterson (2003), Media Massa & Masyarakat Modern, edisi kedua, Prenada Media, Jakarta, 2003.
Baron, R.A. (1979), Social Psychology – Understanding Human Interaction. Allyn & Bacon, 1979

Tidak ada komentar:

Posting Komentar