Pages

Selasa, 28 September 2010

wartawan 2

10 Fenomena yang Tidak Dapat Dijelaskan Secara Ilmiah




Banyak orang yang pernah mendekati kematian menceritakan pengalaman mereka melewati terowongan dengan cahaya terang. (Photoscom)
Melalui perkembangan dan prestasi ilmu pengetahuan modern, manusia semakin meyakini bahwa ilmu pengetahuan telah dipegang kuat dalam menguraikan setiap eksistensi kehidupan yang ada di planet dan alam semesta kita ini.
Mari kita ingat-ingat kembali bahwa meskipun banyak fenomena di dunia telah dijelaskan secara ilmiah, namun tidak seluruh fenomena dapat diuraikan oleh ilmu pengetahuan saat ini.
Sebagai contoh, ilmu pengetahuan belum membabarkan jawaban pasti mengenai proses di mana alam semesta pada awalnya dibentuk. Juga belum dapat menjelaskan bentuk keyakinan terhadap agama. Melangkah ke dunia supranatural, ada manifestasi misterius yang tidak dapat dijelaskan secara masuk akal, karena metode ilmiah tidak dapat diterapkan untuk mengukur atau meneliti fenomena tersebut.
Marilah kita perhatikan beberapa fenomena, yang mengingatkan kita bahwa alam merupakan sebuah keajaiban dalam diri sendiri dan banyak hal hingga kini masih tetap misterius.
1. Efek Plasebo
Efek placebo telah menjadi teka-teki medis yang meyentuh pengaruh pikiran manusia terhadap kesehatan fisik dan penyembuhan. Ditemukan bahwa beberapa pasien dengan diberi obat yang diyakini efektif dapat menyembuhkan, sekalipun mereka hanya diberikan pil gula. Temuan ini telah membangkitkan penelitian dengan menggunakan uji coba double-blind untuk menghindari timbulnya harapan yang mempengaruhi efektifitas para peneliti dan orang yang dieksperimen.
Sayangnya, selama bertahun-tahun, efektifitas dan terukurnya efek placebo telah dianggap oleh ilmu pengetahuan tidak dapat diandalkan. Hal ini kemungkinan karena adanya keterbatasan metode ilmiah. Walaupun demikian, ada banyak kasus penyembuhan diri manusia secara fisik bahkan melampaui medis.
2. Indera Ke-enam
Lima indera; pengelihatan, pendengaran, pengecap, sentuhan dan penciuman yang membantu kita menjelajahi dunia fisik kita ini. Terdapat juga indera ke-enam, sebuah kekuatan batin dari persepsi yang dikenal sebagai intuisi. Kata intuisi berasal dari bahasa latin "intueri" yang berarti 'melihat ke dalam.' Intuisi merupakan kemampuan untuk mengetahui dan memahami tanpa menggunakan penalaran logis atau analisa. Hal ini umumnya bagi orang yang memiliki tingkat ketajaman tertentu.
Intuisi secara popular disebut juga "firasat atau perasaan" batin yang mengetahui tentang sesuatu maupun situasi tertentu tanpa diketahui sebelumnya. Menurut survei PRWeek/Burson-Marsteller CEO 2006, 62 persen para CEO cenderung membuat keputusan bisnis bedasarkan pada intuisi mereka dibandingkan dengan menggunakan analisa data.
Sebuah penelitian pada 2007 yang diterbitkan dalam Current Biology juga menemukan bahwa para partisipan, ketika tidak diberikan waktu untuk melihat dan hanya menggunakan intuisi, lebih akurat dalam memilih satu simbol ganjil diantara 650 simbol sama dibandingkan ketika mereka diberikan waktu 1,5 detik untuk melihat simbol-simbol tersebut.
Pakar filosofi Tiongkok kuno, Laozi, pernah berkata, "Kekuatan pemahaman intuisi akan melindungi anda dari bahaya hingga hari-hari terakhir anda." Albert Einstein juga berkata, "Satu-satunya suatu hal yang nyata berharga adalah intuisi."
Akan tetapi dari mana datangnya intuisi? Penelitian dari titik otak manusia menuju kelenjar pineal merupakan jawaban yang memungkinkan pada misteri ini. Rene Descartes (1596-1650), bapak filosofi modern, menyebut kelenjar pineal sebagai "pusat sukma." Pemikiran Timur kuno memandang intuisi berada di wilayah kelenjar pineal dan diyakini bahwa ia dapat menerima iluminasi dari jiwa dalam bentuk pengetahuan dan gagasan.
3. Pengalaman Menjelang Kematian
Ada sejumlah laporan berbagai pengalaman aneh yang dialami orang-orang menjelang kematian, seperti melintas pada terowongan dalam cahaya terang, bertemu dengan mereka yang sangat disayangi serta memiliki perasaan tenang dan damai.
Yang paling terkenal adalah pengalaman Dr. George Rodonaia, yang "memiliki pengalaman mati secara klinis" pada 1976 dan merupakan kasus paling ekstensif yang pernah tercatat. Pengalaman itu telah merubah Rodonaia, seorang ateis yang akhirnya ditahbiskan menjadi iman di Gereja Ortodok Timur. Pengalamannya merujuk kepada kita bahwa masih ada dunia lain di luar dunia fisik manusia.
Meskipun orang benar-benar telah melewati pengalaman ini, ilmu pengetahuan belum mampu memberikan penjelasan atas fenomena tersebut. Beberapa ilmuwan mencoba menyatakan bahwa pengalaman-pengalaman menjelang kematian dapat dijelaskan sebagai akibat halusinasi dari otak yang terluka. Namun, hal itu tidak selalu terjadi pada mereka yang mengalami cedera otak, sehingga tidak ada teori ilmiah nyata dapat membabarkan baik penjelasan maupun alasan mengapa orang memiliki pengalaman ini dan mengapa mereka sering kali mengalam perubahan hidup.
4. UFO
Unidentified Flying Object (UFO) adalah istilah yang diciptakan Angkatan Udara AmerikaSerikat pada 1952, untuk mengklasifikasikan benda-benda yang tidak dapat diidentifikasi oleh ilmuwan setelah dilakukan penyelidikan. Dalam budaya popular, konsep UFO biasanya lebih diartikan pesawat luar angakasa alien.
UFO telah terlihat dan tercatat pada awal dinasti Song, di Tiongkok. Pada abad ke-11, ilmuwan dan Jenderal Shen Kuo (1031-1095), telah menulis dalam bukunya "Dream Pool Easy" (1088) tentang benda terbang berbentuk mutiara denga lampu interior menyilaukan, bergerak dengan kecepatan luar biasa.
Kenneth Arnold, seorang pengusaha Amerika, dilaporkan telah melihat sembilan objek dengan cahaya terang, terbang melintasi gunung Rainier di negara bagian Washington pada 1947. Arnold menggambarkan obyek tersebut "seperti penggorengan" berbentuk lempeng. Penjabarannya memperoleh perhatian media terkemuka dan sangat menarik perhatian publik.
Sejak saat itu, penampakan UFO telah meningkat secara eksponensial. Fenomena UFO telah diperlajari dan diteliti oleh pemerintah maupun peneliti independen di seluruh dunia. Dr. Josef Allen Hynek (1910-1986) bekerja untuk Angkatan Udara Amerika Serikat guna menyelidiki penampakan UFO. Pada awalnya, Hynek sangat kritis, namun setelah memeriksa ratusan laporan UFO lebih dari tiga dekade, pendapatnya mulai berubah.
Dalam akhir karirnya, Hynek begitu vokal dalam mengungkapkan kekecewaannya pada metode sederhana, dimana sebagian ilmuwan enggan memandang UFO dan tidak dapat menjelaskannya.
5. Déjà Vu
Déjà vu, Perancis "yang pernah terlihat" adalah sensasi yang akrab dengan keangkeran pada suatu tempat atau peristiwa tertentu sebelumnya, karena ditemui untuk pertama kalinya. Orang-orang mungkin memiliki perasaan sangat aneh tentang sebuah penglihatan di depan mereka, seolah-olah telah terjadi sebelumnya. Namun mereka tahu bahwa itu merupakan sesuatu yang pertama kalinya mereka hadapi. Riset neurofisiologi telah mencoba menjelaskan pengalaman seperti anomali memori atau patologi otak maupun sebagai akibat dari efek samping obat.
Sebuah riset pada 2008 oleh psikolog Anne Cleary (http://cdp.sagepub.com/content/17/5/353.full), dieksplorasi bahwa déjà vu mungkin harus dilakukan dengan memori apresiasi. Sejumlah penjelasan alternatif mengasosiasikan déjà vu dengan ramalan, kenangan kehidupan masa lalu, clairvoyance maupun sebuah tanda mistis yang mengindikasikan pemenuhan kondisi yang telah ditentukan sebelumnya atau perjalanan hidup. Apapun penjelasannya, déjà vu tentu saja merupakan fenomena yang bersifat universal dengan kondisi manusia dan penyebab pokoknya masih misterius.
6. Mahluk Gaib
Menyinggung mahluk gaib pada cerita klasik oleh penulis seperti Homer dan Dante mengisyaratkan bahwa manusia dengan fenomena paranormal adalah umum dan terus bertahan. Kini, tempat angker seperti Whaley House di San Diego terdaftar sebagai atraksi wisata dan diklaim sebagai tempat penampakan berbagai mahluk gaib mengerikan.
Budaya popular sarat dengan film-film tentang mahluk gaib, namun ilmu konvensional mengarah pada pembersihan dari penjelasan fenomana seperti itu. Hanya para penyelidik yang ditempatkan di pinggiran komunitas ilmiah yang berusaha mengukur keabsahan kejadian tersebut.
Keberadaan mahluk gaib memiliki implikasi mendalam mengenai dimensi di luar dunia fisik kita dan kelanjutan jiwa manusia setelah kematian. Para penyelidik meneliti obyek ini dengan harapan, suatu hari misteri ini akan terpecahkan.
7. Lenyap Tanpa Dapat Dijelaskan
Ada sejumlah kasus aneh, di mana banyak orang lenyap tanpa jejak.
Seperti pada 1937, pilot Amelia Earhart dan navigator Frederick Noonan menghilang dengan pesawat Lockheed yang mereka terbangkan. Mereka sedang mendekati pulau Howland di Samudera Fasifik saat Penyelamat Pantai AS, Itasca, menerima pesan bahwa mereka kehabisan bahan bakar. Tidak lama kemudian komunikasi terputus dan Itasca tidak dapat menentukan di mana posisi Lockhead.
Segera setelah itu, Earhart dan Noonan mengirim pesan bahwa bahan bakar mereka hanya tersisa untuk setengah jam, tidak bisa melihat daratan dan setelah itu komunikasi mereka terputus. Mereka hanya dapat mendarat di air, namun setelah bertahun-tahun pencarian, baik penerbang maupun Lockheed tidak dapat ditemukan.
Dalam kasus seperti ini, meskipun ada upaya besar dari berbagai badan investigasi dengan menggunakan tekhnologi modern, kita masih gagal mengungkap jawaban konkret, apa yang telah terjadi pada mereka secara misterius.
8. Segi Tiga Bermuda
Segitiga Bermuda - Wilayah Samudera Atlantik antara Bermuda, Miami dan San Juan, Puerto Rica, di mana beberapa kapal dan sejumlah pesawat menghilang secara misterius - hal ini merupakan misteri besar di jaman modern pada planet kita.
Mereka yang selamat menceritakan tentang kisah perpindahan waktu, kekacauan instrumen navigasi, datangnya cahaya bola dari langit dan memburuknya cuaca secara tiba-tiba serta munculnya dinding kabut. Hal ini diceritakan oleh Frank Flyn pada 1956. Ia menggambarkan kabut itu sebagai "massa tak dikenal" yang menguras tenaga mesin setelah kapal mereka menembusnya.
Bruce Gernon Jr. juga pernah menghadapi kabut yang sama pada 1970. Kabut itu menyelimuti pesawatnya dan bermutasi menjadi satu dengan yang lain. Selama bertahun-tahu para ilmuwan bekerja keras untuk melenyapkan dugaan adanya misteri Segitiga Bermuda dengan mengatakan 'bukan misteri'. Namun mereka yang selamat dan secara langsung menghadapi peristiwa aneh itu, menyatakan dengan tegas bahwa apa yang terjadi di atas laut dan langit Segitiga Bermuda di luar pemahaman logis.
9. Bigfoot
Bigfoot merupakan salah satu makhluk paling legendaries dalam studi Cryptozoology. Bigfoot atau Saquatch seperti yang disebut di Amerika Utara, juga dikenal dengan nama Yeti atau Abominable Snowman di wilayah Nepal, Himalaya dan Tibet serta Yowei di Australia.
Pada 1951, pendaki gunung Eric Shipton telah mengabadikan jejak raksasa di Himalaya. Foto yang mengejutkan dunia itu telah mempopulerkan kisah tentang Bigfoot. Pada 1967, Roger Patterson dan Robert Gimlin berhasil mengabadikan apa yang mereka klaim sebagai Bigfoot. Rekaman mereka terkenal di seluruh dunia, yang kemudian banyak orang mencoba membuktikan keaslian dan ketidak asliannya.
Antropolog Grover Krantz tekah menguji film Patterson-Gimlin dan menyimpulkan bahwa itu merupakan rekaman asli dari makhluk raksasa yang tidak dikenal tersebut. Karena kurangnya bukti fisik Bigfoot, bagaimanapun juga, ilmu konvensional tidak menerima klaim keberadannya. Namun mitosnya sebagai penampakan tetap dilaporkan di seluruh dunia.
10. The Hum
Fenomena dengungan dengan frekwensi rendah dilaporkan telah terjadi di berbagai tempat di seluruh dunia, terutama di Amerika Serikat, Inggris Raya dan Eropa Utara. Suara yang tidak dapat didengar seluruh umat manusia itu dikenal secara sederhana sebagai "Hum" atau dengan nama wilayah bunyi itu dapat didengar, seperti Taos Hum (New Meksiko), Kokomo Hum (Indiana), Bristol Hum (Inggris), Largs Hum (Kanada).
Bagi mereka yang dapat merasakan, suara tersebut seringkali digambarkan sebagai gemuruh mesin diesel jarak jauh. Hal ini telah mengakibatkan penderitaan bagi beberapa orang, dengan efek samping yang merugikan fisik serta mengganggu kehidupan secara normal.
Badan-badan pemerintah di seluruh dunia telah menyelidiki sumber Hum tersebut. Di Amerika Serikat, investigasi diawali pada 1960-an. Pada 2003, Departemen Lingkungan Hidup dan Urasan Pangan Pedesaan Inggris telah menerbitkan laporan yang menganalisa frekwensi rendah-Hum dan dampaknya terhadap pengadu. Namun, hasil pasti menunjukkan sumber Hum tidak tetap, dan hingga kini The Hum masih menjadi misteri. (EpochTimes/sua)






















Tafsir dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Senin, 22 Juni 2009 00:00 Masud Halimin, S.Th.I
Al-Qur’an sebagai petunjuk diyakini dapat berdialog dengan seluruh manusia sepanjang zaman. Perkembangan hidup manusia mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap akal pikirannya. Ini juga berarti mempunyai pengaruh terhadap pengertian dan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an.
Pada abad-abad pertama Islam, ulama sangat berhati-hati dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Bahkan sebagian di antara para ulama tidak memberikan jawaban ketika ditanya tentang pengertian suatu ayat.
Mereka menyadari keagungan al-Qur’an dan bahwa al-Qur’an merupakan firman Allah yang tidak boleh ditafsirkan secara spekulatif. Kehati-hatian ini menjadikan Abu Bakar as-Shiddiq berucap, “Langit apa yang menjadi teduhanku, bumi apa yang menjadi pijakanku, jika aku berucap menyangkut al-Qur’an yang tidak kuketahui”. Diriwayatkan oleh Imam Malik bahwa Sa’id bin Musayyab bila ditanya mengenai tafsir suatu ayat, beliau berkata, “Kami tidak berbicara mengenai al-Qur’an sedikit pun”. Demikian juga halnya dengan Sali bin Abdullah bin Umar, Al-Qasim bin Abi Bakar, Nafi’, Al-Asma’i, dan lain-lain.
Pada abad berikutnya, sebagian besar ulama berpendapat bahwa setiap orang boleh menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an selama ia memiliki syarat-syarat tertentu. Dari sinilah penafsiran terhadap al-Qur’an mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan corak penafsiran yang beragam; ada yang berdasarkan riwayat-riwayat, ada yang berdasarkan nalar penulisnya, dan ada pula yang menyatukan antara keduanya. Agaknya benar pandangan yang menyatakan bahwa “sepanjang sejarah, tidak dikenal suatu kitab apa pun yang telah ditafsirkan, diterangkan, dikumpulkan interpretasi para ahli terhadapnya dalam kitab yang berjilid-jilid seperti halnya al-Qur’an”.
Perkembangan ilmu pengetahuan juga menghasilkan sejumlah penafsiran yang bercorak ilmiah. Tafsir Fakhr Ar-Razy, yang memuat pejelasan-penjelasan yang sangat luas tentang persoalan-persoalan filsafat dan logika, adalah salah satu contohnya. Abu Hayyan dalam tafsirnya menulis bahwa “Al-Fakhr ar-Razy di dalam Tafsirnya mengumpulkan banyak persoalan secara luas yang tidak dibutuhkan dalam ilmu tafsir. Karenanya, sebagian ulama berkata, bahwa di dalam tafsirnya terdapat segala sesuatu kecuali tafsir”.(Abu Hayyan, Al-Bahr al-Muhîth, 1978, Jilid I, h. 13).
Kecenderungan penafsiran ilmiah di kalangan ulama merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap kondisi umat Islam, khususnya pada pertengahan abad 19 M. Umat Islam mengalami tantangan yang sangat hebat, baik dalam bidang politik, militer, sosial, maupun budaya. Di satu sisi, Kekuatan Barat mulai tampil dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, sementara di sisi lain umat Islam mengalami kemunduran secara sosial dan pengetahuan. Keadaan seperti ini menimbulkan perasaan rendah diri atau inferiority complex pada sebagian besar umat Islam. Salah satu bentuk reaksi dari kondisi ini adalah kecenderungan umat Islam memberikan pembenaran terhadap satu teori ilmiah yang baru ditemukan dengan mengatakan bahwa hal tersebut juga telah disebutkan di dalam al-Qur’an.
Kita tidak dapat membenarkan atau menyalahkan teori-teori ilmiah dengan ayat-ayat al-Qur’an. Sebab, kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang bersifat relatif, yang suatu saat bisa dipatahkan oleh kebenaran ilmiah yang lain yang lebih kuat darinya, sedangkan al-Qur’an adalah kebenaran yang mutlak. Tidak dipungkiri bahwa al-Qur’an memang memuat sejumlah pemaparan ilmiah. Tetapi, tujuan pemaparan ayat-ayat tersebut adalah untuk menunjukkan kebesaran Tuhan dan keesaan-Nya, serta mendorong manusia untuk mengadakan observasi dan penelitian demi lebih menguatkan iman dan kepercayaan kepada-Nya. Apalagi uraian ayat-ayat ilmiah dalam al-Qur’an tidak disampaikan secara detil, sehingga ia membutuhkan penelitian lebih lanjut dan memungkinkan terjadinya perbedaan pendapat dalam uraiannya.
Membahas hubungan antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dari benar-tidaknya suatu teori ilmiah berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an atau banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang diuraikan oleh al-Qur’an, tetapi yang lebih utama adalah melihat adakah al-Qur’an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangai perkembangan ilmu pengetahuan atau justru mendorongnya. (Malik bin Nabi, Intâ al-Mustasyriqîn wa Atsaruhû fi al-Fikr al-Islâmy al-Hadîts, h. 123)
Dalam al-Qur’an ditemukan kata-kata “ilmu” - dengan berbagai bentuknya - terulang sebanyak 854 kali. Di samping itu, banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menganjurkan untuk menggunakan akal pikiran, penalaran, dan sebagainya. Bahkan tidak itu saja, al-Qur’an juga mengemukakan hal-hal yang bisa menimbulkan hambatan kemajuan pengetahuan, antara lain:
1. subjektivitas: a) suka dan tidak suka (antara lain QS. 43:78; 7: 79); b) taqlid atau mengikuti tanpa alasan (antara lain QS. 33: 67; 2: 170)
2. Angan-angan dan dugaan yang tak beralasan (antara lain QS. 10: 36)
3. Bergegas-gegas dalam mengambil keputusan atau kesimpulan (antara lain QS. 21: 37)
4. Sikap angkuh atau enggan mencari atau menerima kebenaran (antara lain QS 7: 146)
Ayat-ayat semacam ini memberikan dorongan terhadap ilmu pengetahuan yang telah melahirkan pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan Islam dalam berbagai disiplin ilmu. “Tiada yang lebih baik dituntun dari suatu kitab akidah (agama) menyangkut bidang ilmu kecuali anjuran untuk berpikir… serta tidak menetapkan suatu ketetapan yang menghalangi umatnya untuk menggunakan akalnya atau membatasinya menambah pengetahuan selama dan di mana saja ia kehendaki.”(Abbas Mahmud Al-Aqqad, al-Falsafah al-Qur’âniyyah, h.12). Ini adalah korelasi pertama dan utama antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuan.
Korelasi kedua dapat ditemukan pada isyarat-isyarat ilmiah yang tersebar dalam sekian banyak ayat al-Qur’an yang berbicara tentang alam raya dan fenomenanya. Hanya saja redaksi yang digunakan oleh al-Qur’an bersifat singkat, teliti, dan padat. Tetapi justru di sinilah keluasan makna yang bisa dicakup dan diuraikan dari pemahaman terhadap ayat-ayat tersebut. Suatu isyarat ilmiah yang diuraikan oleh ayat al-Qur’an yang singkat dan padat tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu pengetahuan, sehingga bisa menghasilkan sejumlah pemahaman yang berbeda sesuai sudut pandang ilmiah yang dipakai untuk menelitinya.
Dengan pemahaman korelasi antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuan seperti ini, maka kita akan menemukan bahwa antara agama dan ilmu pengetahuan tidak mungkin timbul pertentangan, selama keduanya menggunakan metode dan bahasa yang tepat. Richard Gregory dalam Religion in Science and Civilization menulis, “Agama dan ilmu pengetahuan adalah dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan insani di seluruh taraf-taraf peradaban; agama adalah suatu reaksi kepada satu gerak batin menuju apa yang diyakini kesuciannya, sehingga menimbulkan rasa hormat dan takzim; sedangkan ilmu pengetahuan merupakan tumpukan pengetahuan tentang objek alam yang hidup dan yang mati”. Selanjutnya dia berkata, “Di dalam sinar kebaktian kepada cita-cita yang tinggi, maka ilmu pengetahuan sangat perlu bagi kehidupan kita dan agama menentukan arti hidup manusia; kedua-duanya dapat menemukan lapangan umum untuk bekerja, tanpa ada pertentangan antara keduanya.
(Tulisan ini disadur dari beberapa tulisan dan buku Prof. Dr. M. Quraish Shihab)























Perpustakaan, Sarana Pintar Buat Pintar

Judul opini diatas, merupakan sebuah slogan Perpustakaan. Slogan tersebut sering kita lihat di berbagai media. Sarana pintar buat pintar, merupakan sebuah kalimat yang terdiri dari beberapa suku kata, guna mempertegas maksud keberadaan sebuah lembaga yang bernama Perpustakaan.

Perpustakaan sendiri merupakan suatu unit kerja dari suatu badan atau lembaga tertentu, yang mengelola bahan – bahan pustaka, baik berupa buku – buku maupun bukan berupa buku (Nonbook Material), yang diatur secara sistematis menurut aturan tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai sumber informasi oleh setiap pemakainya (Wahyu Supianto, 2008)

Perpustakaan dan Pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan. Perpustakaan berfungsi sebagai salah satu faktor yang mempercepat akselerasi transfer ilmu pengetahuan. Sedangkan pendidikan, merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran, atau dengan cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Didalam Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, pemerintah harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu secara relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan, sesuai dengan tuntunan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global.

Sebagai sebuah lembaga yang memberikan kontribusinya dalam bidang pendidikan, maka perpustakaan memiliki nilai – nilai pendidikan, edukatif dan ilmu pengetahuan. Orang yang mau membaca dan belajar, dapat memanfaatkan Perpustakaan sebaik – baiknya. Pendek kata, siapapun yang ingin pandai, menambah pengetahuan, keterampilan, dan wawasannya mesti belajar ( membaca), sementara itu, sumber membaca / belajar yang relatif lebih lengkap dan secara konferhensif tersedia adalah Perpustakaan.( Sutarno, 2008 ).

Bila melihat tujuan dari didirikannya sebuah Perpustakaan, akan tampak begitu besar manfaat yang dapat diambil. Adapun beberapa tujuan tersebut yaitu :
1. Menimbulkan rasa cinta untuk membaca.
2. Memperluas dan memperdalam penguasaan ilmu pengetahuan.
3. Mengembangkan kemampuan belajar.
4. Membantu mengembangkan kemampuan bahasa dan daya pikir.
5. Pemeliharaan bahan pustaka secara baik.
6. Memberikan kemudahan temu kembali informasi.
7. Menunjang kegiatan belajar mengajar.
8. Tempat rujukan untuk mencari informasi, guna pembuatan karya ilmiah maupun penelitian.
Bila ditinjau dari sisi pandang yang lebih luas, maka peran perpustakaan bertindak sebagai agen perubahan, pembangunan, dan teknologi. Perubahan selalu terjadi seiring dengan sifat manusia yang selalu ingin tahu, eksplore dan berbudaya. Oleh karena itulah perpustakaan mempunyai andil yang besar dalam proses maju mundurnya dunia pendidikan.

Tenaga Perpustakaan

Pengelolaan sebuah perpustakaan, apakah itu Perpustakaan Umum, Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan Perguruan Tinggi pasti harus ditunjang oleh tenaga – tenaga yang terampil. Ini merupakan sebuah konsekkuensi yang harus dipenuhi. Karena memang perpustakaan dibangun untuk dapat mencerdaskan masyarakat. Oleh sebab itu, seorang pengelola perpustakaan yang menjadi ujung tombak di perpustakaan, haruslah orang – orang yang benar – benar terlatih dan mempunyai keterampilan khusus.

Terlihat jelas dalam penerimaan CPNS tahun 2009 beberapa waktu yang lalu, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten yang ada di Bangka Belitung, hampir semuanya membuka formasi Pustakawan, baik tingkat Sarjana (S1) maupun Ahli Madya (D3). Seperti yang sudah dibayangkan, pelamarnya juga tidak banyak, hanya ada 2 atau 3 orang saja. Bahkan diakhir hari penuntupan lamaran, ada kabupaten yang masih kososng pelamaranya khususnya untuk tenaga Pustakawan. Ini menunjukkan tingkat kebutuhan Pustakawan di Bangka Belitung sangat tinggi.

Kenapa harus Pustakawan yang bekerja di Perpustakaan? Kenapa bukan sarjana lain saja? padahal kerjanya kan, hanya meminjamkan dan menyusun buku semata? dan ini tentu sangat mudah. Itulah anggapan sebagian dari masyarakat, terhadap tenaga perpustakaan. Sesungguhnya tidak demikian, pekerjaan yang ada di perpustakaan bukan hanya peminjaman dan penyusunan buku saja. Banyak pekerjaan lain diluar peminjaman dan penyusunan buku, seperti pengolahan koleksi pustaka, proses pembuatan kartu catalog, proses automasi bahan pustaka yang semuanya memerlukan keahlian khusus, dan ini hanya bisa dikerjakan oleh seorang Pustakawan.

Hal lain yang harus diperhatikan juga, seiring dengan kemajuan informasi yang begitu cepat perkembangannya, perpustakaan dituntut untuk lebih berkembang, untuk itu dibutuhkan Sumber Daya Manusia ( SDM) yang memiliki daya pikir, kemampuan mengembangkan dan mempunyai gagasan untuk mengembangkan perpustakaan, bukan hanya sekedar menjadi pegawai pelengkap di sebuah Perpustakaan.

Sebuah perpustakaan sedapat mungkin merekrut, menempatkan setiap tenaga kerja, sesuai dengan kemampuan, dan keahlian ( the right man in the righ place). Karena memang segala sesuatunya mesti dimulai dari faktor manusia, mereka merupakan pemikir, penggerak, pelaksana dan sekaligus pengawas atas jalannya organisasi dalam mencapai tujuannya.

Hal lain yang perlu diingat adalah seorang pegawai perpustakaan bukanlah pegawai buangan, artinya bila ada pegawai yang tidak memiliki kemampuan apa – apa, lantas dia ditempatkan di perpustakaan, ini merupakan sikap yang salah dan harus dirubah.
Perpustakaan sebagai pusat sumber belajar, sebagai pusat sumber pembelajaran, pusat kegiatan sosial, pusat kebudayaan bangsa dan pusat informasi, sangat membutuhkan dukungan dari berbagai macam komponen seperti pemerintah daerah maupun pimpinan lembaga dimana perpustakaan itu bernaung. Hal ini diperlukan agar sebuah Perpustakaan dapat menunjang program – program lembaga induknya. Jayalah Perpustakaan Indonesia.

( Tulisan ini pernah dipublikasikan Harian Pagi Bangka Pos Edisi Rabu tanggal 2 Desember 2009). Terdapat kesalahan nama pada saat publikasi, Tertulis nama Asyraf Suryadin seharusnya Muktamarudin Fahmi. Sudah diralat pada edisi Kamis tanggal 03 Desember 2009 )


________________________________________

Written By : Muktamarudin Fahmi, A.Md
PUSTAKAWAN UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar